Translate Page

Showing posts with label Opinion. Show all posts
Showing posts with label Opinion. Show all posts

Thursday, May 17, 2018

Colloquium Presentation: Forests as Storable and Renewable Resources

Colloquium Presentation in Environmental Economics and Economic Growth: Forests as Storable and Renewable Resources

Worked by: Teuku Bahran Basyiran

Presented for: Colloquium of Economic Growth in 2017 at University of Tuebingen, Germany

A Brief Idea about this Presentation:
It discusses the topics about forest, the storable and renewable resources. Forests play a very important role for human living. But the extent of the forest continuously declines as population continues to grow and human needs increase. The decline becomes worse over time due to the economic dilemma in the Third World countries who are holding the largest share of world forest. So, how can the forest resources be sustainable? What should the countries and the world do?

Main Reference:

Tietenberg, Tom (2010). Environmental and Natural Resources Economics: 9th Ed. Chapter 12: 293-319. New Jersey: Pearson.







Tuesday, December 4, 2012

Perubahan Struktur Industri di Negara Berkembang


Oleh: T. Bahran Basyiran

Pendahuluan
Pembangunan ekonomi untuk periode jangka panjang di suatu negara, membawa perubahan yang sangat esensial terutama dalam struktur ekonomi negara tersebut. Perubahan itu dari ekonomi tradisional yang menitikberatkan pada sektor pertanian ke sektor ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri sebagai mesin utama pembangunan.
Motor utama transformasi struktur ekonomi  suatu negara berkembang tersebut bukan hanya  pergeseran dari sektor pertanian ke sektor  industri, atau yang disebut dengan industrialisasi, tetapi proses transformasi tersebut juga mencakup pergeseran struktur industri  dari waktu ke waktu (dalam jangka panjang). Misalnya, dengan dimilikinya keunggulan komparatif  akibat pergeseran dari kegiatan produksi yang bersifat padat karya dan berteknologi rendah ke arah kegiatan produksi yang lebih padat modal dan berteknologi tinggi.
Struktur Industri adalah struktur ekonomi yang didominasi oleh sektor industri. Struktur industri menggambarkan bagaimana industri diorganisasikan. Hal ini terkait dengan hubungan dari (a) sesama produsen; (b) sesama konsumen; (c) produsen dan konsumen; dan (d) produsen, yang telah ada terhadap produsen baru yang masuk ke pasar (Bain: 1968). Menurut teori ekonomi industri, struktur industri menentukan tingkat kompetisi dan merupakan faktor yang berpengaruh pada perilaku dan kinerja dari suatu industri (perusahaan-perusahaan yang ada dalam industri). Oleh karenanya, analisa struktur industri merupakan pijakan awal untuk mengkaji suatu industri.
Struktur industri didefinisikan dalam terminologi distribusi jumlah dan ukuran dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam industri (Bain: 1968). Struktur industri merupakan cerminan dari struktur pasar suatu industri (Kuncoro: 2007). Dalam studi empiris mengenai struktur industri, digunakan pengukuran konsentrasi untuk mengukur intensitas dari persaingan dalam industri. Konsentrasi industri ini menginformasikan ukuran relatif dari perusahaan-perusahaan yang ada pada pasar (Jacobson: 1996).

Monday, December 3, 2012

Menghina Rakyat (Indonesia)


Oleh Sri Palupi

Terhadap tuduhan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD terkait mafianarkoba yang merambah Istana, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menegaskan, pihak Istana sangat keberatan dan merasa terhina.
Rasa terhina yang dipersoalkan Sudi Silalahi ini membuat saya berpikir, pihak Istana benar-benar keterlaluan. Mereka hanya peduli pada citranya sendiri.
Ketika rakyat direndahkan, dilecehkan, dijual murah, ditembaki, diculik, dan diambil organ tubuhnya, serta diperkosa berulang kali oleh pihak-pihak di luar negeri, pihak Istana tidak merasa terhina. Sampai sekarang mereka tetap bungkam.
Rupanya derita dan penghinaan rakyat oleh pihak-pihak di negara lain bukan prioritas Istana. Berulang kali pihak Istana menegaskan bahwa presiden tidak harus turun tangan untuk semua persoalan. Alasannya, sudah ada menteri yang mengurusi. Sementara itu, saya mencatat, presiden lebih banyak turun tangan untuk hal-hal yang menyangkut pujian, penghargaan, seremoni, dan berbagai urusan yang mendukung pencitraan Istana.
Kalaupun presiden turun tangan atas persoalan rakyat, itu terjadi karena tekanan massa. Jangankan merasa terhina terhadap penghinaan yang diderita rakyat, pihak Istana bahkan secara sistematis menghina rakyat dengan berbagai kebijakan dan kebungkamannya.

Sunday, July 15, 2012

Pertumbuhan Ekonomi

Oleh: Dr Bambang Heru Direktur Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan BPS dan Sekretaris Ikatan Perstatistikan Indonesia (ISI), atau Statistika Indonesia. 

Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kinerja makro yang sangat populer, dan dalam hitungannya merupakan derivasi dari PDB (produk domestik bruto) atau GDP (gross domestic product). Popularitasnya disebabkan banyaknya kaitan penggunaan indikator tersebut dengan kegunaan praktis dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan. Sering kita baca/dengar berita dari media tentang tingkat defisit anggaran, pendapatan per kapita, investasi, maupun kontribusi ekonomi sektoral, yang semuanya dikaitkan dengan besaran PDB. 

Di tengah meluasnya penggunaan indikator tersebut, masih sering terjadi salah tafsir sehingga masyarakat seolah dihadapkan kepada anomali, dan secara ekonomi merugikan. Ada pendapat, apabila pertumbuhan ekonomi tinggi, secara otomatis seluruh masyarakat akan tambah sejahtera serta kemiskinan dan pengangguran berkurang. Benarkah analisis tersebut? Mungkin benar, tetapi tidak sepenuhnya, atau bahkan mungkin sebaliknya. 

Sesuatu yang sering dibanggakan banyak pihak adalah bahwa di tengah krisis ekonomi dunia, ekonomi Indonesia masih tumbuh 4,5% (2008 sebesar 6%). Dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,34%, jelas ekonomi per kapita rata-rata masih tumbuh di atas 3%. Namun, kesimpulan akan lain apabila dimasukkan variabel pemerataan, dan di sinilah masalah muncul sehingga analisis yang berbasis pertumbuhan tanpa mengacu kepada pengertian konsep dan definisi serta tata cara penghitungannya sering membuat kesimpulan menjadi bias. Kalau hanya sebagai kajian akademis masih 'baik-baik saja'. Celakanya apabila digunakan untuk kebijakan ekonomi, bisa menjerumuskan dan merugikan. 

Secara konseptual, setiap aktivitas ekonomi akan menghasilkan nilai tambah (value added)-–nilai yang ditambahkan atas nilai bahan baku/input antara--yang merupakan balas jasa faktor produksi--tenaga kerja, tanah, modal, dan kewiraswastaan. Penjumlahan value added di suatu wilayah teritorial (Indonesia) dan dalam selang waktu tertentu (triwulan, setahun) menghasilkan PDB wilayah tersebut. 

Dengan demikian, penguasaan faktor produksi menentukan kepemilikan nilai tambah. Selanjutnya, pertambahan riil PDB dalam triwulan/setahun dinamakan pertumbuhan ekonomi triwulan/tahun bersangkutan. Kata riil mengacu kepada PDB yang telah 'dihilangkan' inflasinya sehingga pertumbuhan ekonomi sudah 'bersih' dari pengaruh perubahan harga dan merupakan pertumbuhan jumlah 'kuantitas' produk. 

Benarkah pertumbuhan yang terjadi telah menyejahterakan masyarakat? 

Masalah penguasaan faktor produksi dan besaran kontribusi sektoral menjadi faktor nyata 'melesetnya' interpretasi yang merugikan masyarakat, dan berikut ini diberikan uraian anomali akibat salah interpretasi. 

Friday, April 27, 2012

Program Bank Dunia dalam Pembangunan Sektor Perdagangan di Indonesia



Melalui pendanaan dari Fasilitas Multi Donor untuk Perdagangan dan Iklim Investasi (Multi-Donor Facility for Trade and Investment Climate - MDFTIC), Bank Dunia berupaya untuk memperkuat institusi perdagangan dan investasi utama agar sektor perdagangan Indonesia lebih kompetitif serta memperbaiki iklim investasi. Didirikan pada bulan November 2008 dan akan berlangsung sampai tahun 2013, MDFTIC dibentuk atas permintaan Kementrian Perdagangan dan Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. Bank Dunia sebagai rekanan Pemerintah Indonesia akan mengelola MDFTIC yang telah menerima kontribusi finansial dari Pemerintah Belanda dan Swiss.
Bank Dunia bekerja erat dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia untuk mendukung perdagangan masuk, keluar dan di dalam Indonesia. Bank Dunia mendukung Pemerintah untuk meningkatkan hubungan dan juga meningkatkan proses penyusunan kebijakan dan mendorong upaya fasilitasi perdagangan, seperti National Single Window Indonesia dan pengembangan Cetak Biru Logistik Nasional. Upaya konsultasinya di bidang perdagangan melibatkan hal berikut:
  • Memberi rekomendasi praktik terbaik dalam mengatur kelembagaan dan pemrosesan reformasi kebijakan pendukung perdagangan.
  • Pelatihan pengelolaan risiko bagi lembaga-lembaga pemerintah yang terlibat di dalam NSW.
  • Memperkuat kapasitas kelembagaan Kementerian Perdagangan agar dapat mengambil keputusan kebijakan dengan dasar informasi yang mencukupi.
  • Mendukung pembangunan kapasitas Kementerian Perdagangan untuk lebih memahami sifat dan dampak dari halangan non-tarif.
  • Memperkuat kapasitas lembaga-lembaga pemerintah dan organisasi sektor swasta untuk melakukan dialog tentang layanan dan hubungan perdagangan. 


Monday, January 2, 2012

Ironi Kemiskinan di Aceh

Oleh: T. Bahran  Basyiran, Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh


            Persentase penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Aceh pada tahun 2011 sebesar 19,57 persen. Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 20,98 persen. Penurunan persentase penduduk miskin tersebut terjadi di daerah perkotaan dan perdesaan.

            Pada periode 2010 - 2011, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

            Dari sekumpulan data BPS Aceh di atas mengenai persentase penduduk miskin 2004-2011, dapat dilihat bahwa angka kemiskinan terus menurun mulai dari tahun 2005 (hanya terjadi kenaikan 0,32% pada rentang 2004-2005). Tentu ini merupakan suatu hal yang positif bagi daerah. Tapi, persentase kemiskinan di Aceh hampir setengah lebih besar dari kemiskinan di seluruh Nusantara. Salah satu data yang range perbedaannya lebih besar terjadi pada tahun 2005, kemiskinan di Aceh sebesar 28,69% sedangkan Indonesia secara keseluruhan sebesar 15,97%, selisih 12,72%. Untuk data tahun 2010, Aceh menduduki peringkat ke-7 klasemen dengan persentase kemiskinan tertinggi. Wow tragis!

            Ironisnya, Aceh memiliki anggaran belanja yang cukup besar yaitu Rp8,25 Trilliun, belum lagi ditambah dengan dana otonomi khusus sebesar Rp3 Trilliun. Dan juga seperti yang kita ketahui, di Aceh banyak terdapat sumber daya alam yang besar, seperti dunia perindustrian (khususnya pertambangan) di Kabupaten Aceh Utara. Luar biasa memang kekayaan yang dimiliki oleh Aceh, tapi sayangnya kemiskinan masyarakatnya ke-7 di Indonesia dan peringkat kedua terbanyak daerah tertinggal (setelah Papua). Sangat sangat sangat ironis. Huh.