Translate Page

Thursday, August 16, 2018

Mimpi Itu... Harus Dijemput (Bagian 1: Kuliah di Luar Negeri)


*tulisan di bawah ini sebelumnya sudah dipublish di arabui2010.id. Seiring dengan hangusnya domain tersebut, maka terhapuslah postingan seri 'Mimpi itu...'. So, I repost it to share the whole story!

(Seri ‘Mimpi Itu…’ bagian 1)

London, 23 April 2017

“Mimpi itu harus dijemput!” pernah saya dengar di suatu kesempatan atau buku atau postingan motivator-motivator di media sosial. Menurut saya, ini adalah judul yang tepat untuk tulisan saya berikut ini. Kenapa? Baca dulu ceritanya.

(Semester 7, Akhir 2013)
Prof Joel S. Kahn, seorang visiting Professor dari University of Melbourne hadir di dalam kelas Islamologi yang sedang saya ambil untuk mendengar penjelasan tentang laporan penelitian bang Lathif (Arab 2008) mengenai praktik Sufi di Purworejo, Jawa Tengah.

Seperti biasa, saya duduk di barisan bangku paling belakang. Bangun untuk kelas jam 8.00 pagi di hari Jumat adalah hal terberat (iyalah bau-bau akhir pekan, sob!), meskipun saya suka sekali mata kuliah latar belakang seperti Islamologi ini. Laporan penelitian lapangan bang Lathif menarik perhatian saya, karena menurut saya menemukan hal baru yang orang lain tidak banyak tahu dan bisa membaginya dalam bentuk tulisan akademis itu keren. Jadilah saya cukup aktif bertanya dengan bang Lathif dalam sesi tanya jawab tentang teknis penelitian dan hasil penemuannya di lapangan.

Sorenya, bu Emma Soekarba, dosen kami untuk mata kuliah Islamologi mencari saya dan saya menemuinya di jurusan. Tidak ada pikiran lain selain “ah paling urusan jurusan atau IKABA’,” di otak saya karena saya memang saat itu saya dalam kapasitas tersebut. Disitu sudah ada Prof. Kahn sedang berbincang-bincang dengan beliau. Jadilah, saya menyapa bu Emma dan memutuskan untuk menunggu beliau sehingga selesai urusannya dengan Prof. Kahn. Ternyata, bu Emma malah mengajak saya duduk bareng dengan beliau dan Prof. Kahn. Dikenalkan dengan salah satu professor penting dari Australia waktu itu menurut saya di luar ekspektasi saya. Sampai saya bertemu dengan Prof. Kahn saya cuma pengen jadi pramugari yang kerjaannya terbang keliling dunia (gak ada hubungannya sama Sastra Arab, emang).

 Dari obrolan saya dengan Prof. Kahn, mungkin bu Emma melihat sesuatu dalam diri saya (yang saya sendiri waktu itu gak lihat) jadi beliau menyarankan saya untuk berdiskusi lebih jauh tentang melanjutkan studi ke luar negeri dengan Prof. Kahn. Gayung pun bersambut, beliau mengiyakan saran bu Emma dengan mengundang saya ke ruangannya di minggu berikutnya. Tanpa sadar saya pun menjadi sangat excited dan menunggu waktu yang dijanjikan tiba!

Datang dengan tangan kosong menemui orang sehebat Prof. Kahn bukan impresi yang baik. Jadilah menuju hari tersebut saya melakukan riset mini tentang S2 di Australia: beasiswa, kampus, dan jurusan yang terkait dengan minat saya saat itu. Ketika pertemuan tersebut, saya diberikan insight tentang sistem pendidikan Australia plus beasiswa-beasiswa yang ditawarkan, motivasi dan hal-hal yang perlu disiapkan dan bagaimana menyiapkannya, serta nama-nama orang penting yang bisa saya mintai pendapat dan saran yang lebih spesifik. Hasil pertemuan tersebut adalah: saya harus bisa kuliah ke luar negeri!

Sepanjang perjalanan di tahun terakhir sarjana saya, bu Emma masih semangat mengenalkan saya dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap dunia pembeasiswaan (Nabila, Fairuz dan Qolbi pasti ingat perkenalan pertama dengan Mr Ambassador of Turki untuk Indonesia). Tapi yang harus diselesaikan terlebih dahulu apa yang ada di depan mata, seperti…. (jangan disebut, jangan disebut, jangan disebut, please) SKRIPSI! Hahaha serius ini adalah hal yang membuat akhir masa perkuliahan saya di UI seperti roller-coaster, naik-turun, tangis dan (tidak banyak) tawa, begadang dan  kurang tidur dengan berpuluh-puluh botol dan sachet kopi instan, diikuti dengan masalah internal dan eksternal. Semua yang menulis skripsi pasti tau rasanya, jadi biarkan saya menyudahi curhatan kenangan pahit masa-masa penulisan skripsi itu ya hahaha.

Dari awal pengumpulan proposal ke pak Letmiros, saya sudah kena mini-sidang karena proposal saya langsung dibaca di tempat, dan dibombardir pertanyaan-pertanyaan yang saat itu saya juga belum tahu jawabannya. Pak, namanya aja proposal, isinya paling “wallahu a`lam”, pengen jawab gitu tapi takut dimarahin hahaha. Setelah dihujani pertanyaan, akhirnya beliau memutuskan bahwa pembimbing saya adalah… bu Emma! Ketebak gak sih? Kebanyakan mahasiswa yang mengumpulkan proposal tentang latar belakang pasti ngeri kalau dapat pembimbing beliau pasalnya cerita yang sudah-sudah adalah bagaimana sulitnya menembus ACC dari beliau (contohnya bang Lathif tadi, lulusnya di batas maksimum sarjana). Tapi namanya juga Indah, kalau dikasih tantangan ya ditantang balik. “Saya harus bisa menyelesaikan skripsi dalam waktu satu semester dengan nilai A, siapapun pembimbingnya. Juni ACC, Juli sidang, Agustus Wisuda. Oke! Sip!”

Pada perjalanannya, banyak hal yang ditanamkan oleh bu Emma untuk saya. Salah satu di antaranya adalah kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri. Saya tidak pernah melakukan penelitian lapangan sendiri sebelumnya, tapi kala itu saya harus melakukannya sendiri, dan beliau yang percaya saya bisa mengerjakannya sendiri, dan nyatanya memang bisa kok. Kedua, pengenalan pentingnya nilai orisinalitas terhadap kerja akademik. Tulisan skripsi saya mengangkat topik tentang sejarah pesantren di Sumatera Barat (bukan di Jawa) dan sedikit menyinggung peran pesantren dengan pemberontakan melawan kolonialisme dan DI/TII. Maksudnya bukan belum ada yang pernah bahas tentang hal tersebut, tapi bagaimana menghadirkan fakta dan analisa baru yang berbeda dari karya-karya akademis sebelumnya. Ketiga, kesantunan dan kepatuhan terhadap orang yang lebih tua. Beliau menekankan pentingnya restu dan doa tidak hanya dari orang tua, tetapi juga orang-orang yang dituakan seperti guru dan dosen. Saya ingat sepanjang penulisan tersebut, saya kerap diingatkan untuk berdiskusi dengan dosen-dosen yang lebih senior di bidang yang sama seperti pak Minal dan pak Juhdi. Terakhir, pentingnya membangun koneksi dengan orang-orang hebat di luar lingkungan kita. Di atas langit, masih ada langit. Kesadaran bahwa diri sendiri tidaklah paling hebat, di luar sana masih banyak yang lebih hebat dan penting untuk diri sendiri untuk membangun hubungan dan mengambil pelajaran yang orang-orang tersebut sudah terlebih dulu alami dari kita.

Singkat cerita, skripsi saya selesai tepat waktu dengan hasil yang memuaskan dan sesuai target.

Terus kenapa saya bahas skripsi? Apakah saya melupakan mimpi saya untuk melanjutkan master ke luar negeri? Atau pemikiran saya pendek, hanya sanggup memikirkan dan merencanakan skripsi, tapi tidak untuk memikirkan rencana jangka panjang seperti S2 dengan beasiswa?

Tidak dong.

Saya percaya mimpi besar itu dapat diwujudkan jika kita dapat menyelesaikan tanggung jawab yang ada di depan mata sebaik mungkin. Dari akhir semester 7 saya sudah banting setir dari cita cita menjadi pramugari selepas sarjana jadi lanjut S2 di luar negeri. Tetapi tanggung jawab di tangan saya saat itu adalah bagaimana caranya dapat menyelesaikan skripsi sebagai cara untuk menjadi sarjana dengan masa kuliah 8 semester atau tepat waktu. Bukan berarti saya menomerduakan cita-cita baru saya, tapi dengan mengerjakan satu-persatu tanggung jawab saya sebaik mungkin adalah cara saya menyiapkan hal-hal penting untuk cita-cita baru tersebut. Saya sadar untuk mendapatkan beasiswa dan Letter of Acceptance dari kampus luar negeri tidak mudah, maka dari itu salah satu batu loncatan saya adalah bagaimana menulis sesuatu yang berbeda dan bagus sebagai bukti bahwa saya punya kemampuan untuk melanjutkan studi di universitas tersebut. Lagi pula menyelesaikan tanggung jawab satu persatu membuat kita foκus sehingga tanggung jawab tersebut lebih cepat terselesaikan dan punya cukup waktu untuk menjemput mimpi-mimpi yang lain.

…………
(29 Agustus 2014, Wisuda UI Semester Genap)
Gaudeamus Igitur sudah dinyanyikan.
Foto-foto dengan teman seangkatan di rektorat dan MariPro sudah.
Salam selamat dan bingkisan bunga juga hadiah dari teman-teman dan adik angkatan juga sudah.
Sah jadi Sarjana Humaniora.
Terus abis ini apa?

Tunggu Mimpi itu… Harus dijemput (bagian 2) ya!

Indah Khairunnisah Marwan
Arab UI 2010
Penerima Beasiswa LPDP Kementrian Keuangan PK-71 Cikal Nagari
Mahasiswi Near & Middle Eastern Studies di SOAS, University of London

Tulisan ini dibuat sebagai tulisan perdana Indah di website arabui2010.id (yang diniatkan agak serius. Nanti akan ada tulisan-tulisan nyeleneh yang bisa menyaingi tulisannya Sugi) untuk menyemangati dan menginspirasi teman-teman yang sedang berusaha mewujudkan mimpi-mimpinya.
Paragraf mengenai bu Emma ditujukan sebagai wujud terima kasih saya, tidak terkhusus hanya kepada bu Emma seorang, tapi secara umum kepada seluruh guru saya sejak TK hingga SMA dan dosen saya di prodi Arab UI atas ilmu dan support yang selama ini sudah diberikan. Sebuah contoh bagaimana di sekolah, guru adalah orang tua kedua kami, peserta didik. Sebuah pengingat bagaimana pentingnya peran beliau-beliau terhadap pembagian ilmu dan pembentukan karakter anak didiknya.



No comments:

Post a Comment