Translate Page

Wednesday, August 22, 2012

Pemikiran & Konsep Ekonomi Keynes

Oleh: T. Bahran Basyiran

Pendahuluan
Selama dasawarsa ’30 berlangsung depresi ekonomi yang ganas dan berkepanjangan. Justru dalam keadaan demikian ternyata segenap pemikiran-pemikiran sebelumnya, mazhab klasik dan neo-klasik, tidak berdaya untuk memberi jawaban atas masalah-masalah penting yang sedang dialami dalam ekonomi masyarakat sebagai keseluruhan. Hal ini berkaitan erat dengan pola pendekatan dalam alur pikiran kedua mazhab itu yang bersifat mikro terhadap berbagai permasalahan khusus, di mana tidak dapat terwujud kepaduan utuh dalam suatu sistem pemikiran dan kerangka analisis yang mencakup proses perekonomian secara menyeluruh.
Sejak terjadinya depresi besaran-besaran tersebut, orang curiga bahwa ada sesuatu yang salah dengan teori klasik dan neo-klasik yang dianggap berlaku umum selama ini. Dalam menghadapi persoalan ekonomi yang mahadahsyat (terjadi krisis dan sistem kapitalis jatuh), teori-teori ekonomi yang  dikembangkan oleh pakar-pakar klasik maupun neo-klasik tidak mampu menjelaskan fenomena dan peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Dalam situasi tidak menentu inilah lahir seorang tokoh ekonomi yang kemudian menjadi sangat berpengaruh, yaitu John Maynard Keynes.
Karya tulis atau buku Keynes yang paling populer adalah The General Theory of Employment, Interest, and Money. Buku ini ditulis  sebagai reaksi terhadap depresi besar-besaran yang terjadi tahun 1930-an yang tidak berhasil dipecahkan dengan metode klasik dan neo-klasik.
Teori klasik dinilai Keynes mengandung banyak kelemahan, sehingga perlu diperbaiki dan disempurnakan, seperti masalah mekanisme pasar, keseimbangan pasar, ketenagakerjaan, analisis biaya, tabungan & investasi, dan juga kritikan yang habis-habisan oleh Keynes terhadap tokoh klasik, J. B. Say tentang teorinya “Supply creates its own demand” (akan  dijelaskan lebih lanjut di halaman berikutnya, poin pertama).
Sedangkan terhadap teori-teori neo-klasik, Keynes tidak terlalu banyak menemukan banyak kelemahan, akan tetapi juga tetap Keynes melakukan hal yang sama seperti terhadap klasik, yaitu melakukan penyempurnaan teorinya agar lebih sesuai dengan kondisi ekonomi saat sekarang (pada saat itu-red). Juga dikarenakan Keynes merupakan salah satu murid brilliannya Marshall, yang notabenenya merupakan kaum neo-klasik. Sehingga sudah pasti karya-karya Marshall banyak diakui oleh Keynes. Mungkin hampir sebagian besar konsep-konsep Marshall diperbaiki dan disempurnakan oleh Keynes.
Hal ini menunjukkan adanya peranan Keynes dalam menjelaskan secara lebih lanjut  dan lebih disempurnakan ide dan konsep yang telah ada, punyanya tokoh mazhab neo-klasik.


Beberapa Pemikiran dan Konsep ekonomi Keynes

1.    Latar Belakang Pemikiran dan Konsep Keynes
Tema pokok dalam pemikiran sistem klasik adalah bahwa kegiatan ekonomi senantiasa cenderung pada keadaan ekuilibrium, di mana kapasitas produksi digunakan secara penuh dengan adanya kesempatan kerja penuh (full-employment) pula. Kerangka dasar pemikiran itu diungkapkan oleh Jean Baptiste Say. Spesifiknya, dia mengatakan bahwa dalam keadaan ekulibrium, produksi selalu cenderung untuk menciptakan permintaan akan hasil produksi itu sendiri. Kapasitas produksi dan full-employment dimanfaatkan secara penuh sehingga tidak mungkin terjadi kelebihan produksi ataupun kekurangan konsumsi maupun pengangguran yang permanen.
Akan tetapi pemikiran dan pandangan kaum klasik di atas, dapat dikatakan sangat ironis dari kenyataan yang dialami dalam depresi ekonomi dasawarsa ’30, stagnasi ekonomi dan pengangguran merupakan ciri kronis dalam suatu lingkaran yang tiada akhirnya, dan hal ini terjadi pada saat itu.
Dengan latar belakang kenyataan tersebut, Keynes memeriksa dan mengoreksi kembali seluruh pemikiran dan konsep kaum klasik dan neo-klasik beserta asumsi-asumsi dasarnya. Sedemikian rupa sehingga, Keynes mencanangkan pemikiran barunya yang akan menjadi suatu pendobrakan terhadap pemikiran sistem sebelum-sebelumnya.

2.    Underemployment Equilibrium
Keynes menyatakan bahwa dalam dunia modern belum tentu tata susunan ekonominya lazim berada pada keadaan ekulibrium, di mana dapat terjadi full-employment. Kekuatan ekonomi dalam sistemnya yang berlangsung dengan sendirinya dan secara otomatis terjadi koreksi sehingga pergerakan ekonomi menuju lagi pada keadaan ekuilbrium dengan full-employment, hal tersebut tidak dapat dibuktikan secara empiris. Yang sering terjadi adalah ekuilibrium ekonomi yang terdapat banyak pengangguran di angkatan kerja, dengan kapasitas produksi yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan.
Kondisi ekuilibrium seperti itu, Keynes menyebutnya underemployment equilibrium. Jadi, kalau proses ekonomi dibiarkan begitu saja, yang akan terjadi adalah underemployment equlibrium, bukannya malah ekuilibrium dengan full-employment seperti yang dikatakan kaum klasik. Dari sini Keynes mengecam analisis kaum klasik yang semacam itu yang mana  didasarkan pada pengandaian-pengandaian yang keliru dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.

3.    Pentingnya Peran Pemerintah dalam Perekonomian
Dari hasil pengamatannya tentang depresi awal 30-an, Keynes merekomendasikan agar perekonomian tidak dibiarkan begitu saja kepada mekanisme pasar. Hingga batas tertentu, peran pemerintah justru diperlukan. Dalam situasi yang terjadi gerak gelombang kegiatan ekonmi, pemerintah dapat menjalankan kebijakan pengeloalan pengeluaran dan pengendalian permintaan efektif dalam bentuk “anti-siklis”.
            Keynes lebih sering mengandalkan kebijakan fiskal untuk mengambil berbagai kebijaksanaan, di mana bisa mempengaruhi jalannya perekonomian. Kebijakan fiskal sangat efektifdalam meningkatkan output dan memberantas pengangguran, terutama pada situasi saat sumber daya yang ada belum dimanfaatkan secara efisien.
            Keynes sebenarnya percaya tentang semua hal yang dikemukakan oleh kaum klasik tentang mekanisme pasar (doktrin laissez-faire). Tetapi Keynes menilai bahwa jalan menuju ekuilibrium dan full-employment tersebut sangat panjang. Kalau ditunggu mekanisme pasar yang dengan sendirinya membawa perekonomian kembali pada posisi ekulibrium, dibutuhkan waktu yang sangat lama. Jadi menurut Keynes, satu-satunya cara untuk membawa perekonomian ke arah yang diinginkan jika perekonomian “lari” dari posisi keseimbangan adalah melalui intervensi atau campur tangan pemerintah.
Bagi Keynes, campur tangan pemerintah merupakan keharusan, berbeda dengan kaum klasik yang menganggap “haram” intervensi pemerintah. Campur tangan pemerintah sangat diperlukan terutama jika perekonomian berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

4.    Inti Pokok Pemikiran Keynes
Pada hakikatnya, konsep teori Keynes dapat dipandang sebagai suatu teori tentang pendapatan dan kesempatan kerja. Inti pokok dalam sistem pemikiran dan konsep Keynes terdiri dari tiga faktor penting, yaitu:
·       Hasrat berkonsumsi (propensity to consume)
Pendapatan total agregat sama dengan konsumsi total agregat ditambah investasi total agregat. Tingkat konsumsi bergantung pada hasrat seseorang untuk berkonsumsi, yang merupakan fungsi dari pendapatan. Begitu juga dengan tabungan, karena tabungan adalah sisa bagian dari pendapatan yang tidak digunakan untuk berkonsumsi.

·       Tingkat bunga (interest) yang memiliki kaitan dengan dengan preferensi likuiditas (liquidity preference)
Tingkat bunga menurut Keynes bukanlah pencerminan dari penawaran tabungan dan permintaan investasi, melainkan tingkat bunga merupakan variabel bebas (independent) dari kedua hal tersebut. Tingkat tabungan adalah suatu fenomena moneter yang tergantung dari keinginan orang menahan tabungannya dalam bentuk dana likuiditas. Sehingga tingkat bunga tergantung dari preferensi likuiditas. (Akan dijelaskan lebih lanjut di poin nomor 4)

·       Efisiensi marginal dari investasi modal (marginal efficiency of capital)
Tingkat investasi ditentukan oleh efisiensi marginal dari investasi modal, yang dipengaruhi oleh ekspektasi investor tentang laba yang akan diperoleh di masa depan dari investasi modal yang bersangkutan. Jelaslah bahwa ekspektasi tersebut adalah yang positif dan menguntungkan investor itu.

5.    Preferensi Likuiditas (Liquidity Preference)
Pada saat masa aliran monetarisme, timbul pertanyaan mengenai demand for money dan supply of money. Pertanyaan ini dijawab oleh Keynes dengan teorinya, liqudity preference, yang menjelaskan tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan dalam jangka pendek dan tingkat bunga tersebut disesuaikan untuk menyeimbangkan demand for money dan supply of money.
Teori ini menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang orang, alasannya karena tingkat bunga merupakan opportunity cost dari memegang uang. Ada tiga motif orang yang memegang uang: Motif transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi.

6.    Tentang Upah
Kaum klasik mengatakan bahwa pengangguran tinggi karena upah yang kaku (wage rigidity), yang disebababkan oleh adanya aturan upah minimum (minimum wage), kontrak kerja, dan serikat pekerja (labor union).
Keynes menolak semua pendapat klasik yang di atas. Keynes berpendapat bahwa upah nominal lah yang mengikat pekerja dan menyebabkan pengangguran. Sehingga untuk menurunkan pengangguran, solusinya adalah menurunkan upah riil dengan cara menurunkan upah nominal lebih besar dari tingkat inflasi.

7.    Tentang Tabungan (Saving)
Menurut Keynes, tingkat saving harus lebih tinggi dari plan investmen. Tapi juga tidak baik kalau tingkat saving-nya itu berlebihan, karena akan berdampak pada terjadinya resesi perekonomian bahkan terjadi depresi.



Daftar Pustaka

Bahan Mengajar Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi oleh Muhammad Ilhamsyah Siregar, S.E.,MA. Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Deliarnov. 2010. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi Ketiga Revisi. Jakarta: Rajawali Pers
Djojohadikusumo, Sumitro. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga

1 comment: