Pendahuluan
Selama dasawarsa ’30 berlangsung depresi ekonomi yang
ganas dan berkepanjangan. Justru dalam keadaan demikian ternyata segenap
pemikiran-pemikiran sebelumnya, mazhab klasik dan neo-klasik, tidak berdaya
untuk memberi jawaban atas masalah-masalah penting yang sedang dialami dalam
ekonomi masyarakat sebagai keseluruhan. Hal ini berkaitan erat dengan pola
pendekatan dalam alur pikiran kedua mazhab itu yang bersifat mikro terhadap
berbagai permasalahan khusus, di mana tidak dapat terwujud kepaduan utuh dalam
suatu sistem pemikiran dan kerangka analisis yang mencakup proses perekonomian
secara menyeluruh.
Sejak terjadinya depresi besaran-besaran tersebut,
orang curiga bahwa ada sesuatu yang salah dengan teori klasik dan neo-klasik
yang dianggap berlaku umum selama ini. Dalam
menghadapi persoalan ekonomi yang mahadahsyat (terjadi krisis dan sistem
kapitalis jatuh), teori-teori ekonomi yang
dikembangkan oleh pakar-pakar klasik maupun neo-klasik tidak mampu
menjelaskan fenomena dan peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Dalam situasi
tidak menentu inilah lahir seorang tokoh ekonomi yang kemudian menjadi sangat
berpengaruh, yaitu John Maynard Keynes.
Karya tulis atau buku Keynes yang
paling populer adalah The General Theory
of Employment, Interest, and Money. Buku ini ditulis sebagai reaksi terhadap depresi besar-besaran
yang terjadi tahun 1930-an yang tidak berhasil dipecahkan dengan metode klasik
dan neo-klasik.
Teori klasik dinilai Keynes
mengandung banyak kelemahan, sehingga perlu diperbaiki dan disempurnakan, seperti
masalah mekanisme pasar, keseimbangan pasar, ketenagakerjaan, analisis biaya,
tabungan & investasi, dan juga kritikan yang habis-habisan oleh Keynes
terhadap tokoh klasik, J. B. Say tentang teorinya “Supply creates its own demand” (akan dijelaskan lebih lanjut di halaman berikutnya,
poin pertama).
Sedangkan terhadap teori-teori
neo-klasik, Keynes tidak terlalu banyak menemukan banyak kelemahan, akan tetapi
juga tetap Keynes melakukan hal yang sama seperti terhadap klasik, yaitu
melakukan penyempurnaan teorinya agar lebih sesuai dengan kondisi ekonomi saat
sekarang (pada saat itu-red). Juga dikarenakan Keynes merupakan salah satu
murid brilliannya Marshall, yang notabenenya merupakan kaum neo-klasik.
Sehingga sudah pasti karya-karya Marshall banyak diakui oleh Keynes. Mungkin hampir
sebagian besar konsep-konsep Marshall diperbaiki dan disempurnakan oleh Keynes.
Hal ini menunjukkan adanya peranan
Keynes dalam menjelaskan secara lebih lanjut
dan lebih disempurnakan ide dan konsep yang telah ada, punyanya tokoh mazhab
neo-klasik.
1.
Latar Belakang Pemikiran dan Konsep Keynes
Tema pokok dalam pemikiran sistem klasik adalah bahwa
kegiatan ekonomi senantiasa cenderung pada keadaan ekuilibrium, di mana
kapasitas produksi digunakan secara penuh dengan adanya kesempatan kerja penuh
(full-employment) pula. Kerangka
dasar pemikiran itu diungkapkan oleh Jean Baptiste Say. Spesifiknya, dia
mengatakan bahwa dalam keadaan ekulibrium, produksi selalu cenderung untuk
menciptakan permintaan akan hasil produksi itu sendiri. Kapasitas produksi dan full-employment dimanfaatkan secara
penuh sehingga tidak mungkin terjadi kelebihan produksi ataupun kekurangan
konsumsi maupun pengangguran yang permanen.
Akan tetapi pemikiran dan pandangan kaum klasik di
atas, dapat dikatakan sangat ironis dari kenyataan yang dialami dalam depresi
ekonomi dasawarsa ’30, stagnasi ekonomi dan pengangguran merupakan ciri kronis
dalam suatu lingkaran yang tiada akhirnya, dan hal ini terjadi pada saat itu.
Dengan latar belakang kenyataan tersebut, Keynes
memeriksa dan mengoreksi kembali seluruh pemikiran dan konsep kaum klasik dan
neo-klasik beserta asumsi-asumsi dasarnya. Sedemikian rupa sehingga, Keynes
mencanangkan pemikiran barunya yang akan menjadi suatu pendobrakan terhadap
pemikiran sistem sebelum-sebelumnya.
2.
Underemployment
Equilibrium
Keynes menyatakan bahwa dalam dunia modern belum tentu
tata susunan ekonominya lazim berada pada keadaan ekulibrium, di mana dapat
terjadi full-employment. Kekuatan
ekonomi dalam sistemnya yang berlangsung dengan sendirinya dan secara otomatis
terjadi koreksi sehingga pergerakan ekonomi menuju lagi pada keadaan ekuilbrium
dengan full-employment, hal tersebut
tidak dapat dibuktikan secara empiris. Yang sering terjadi adalah ekuilibrium
ekonomi yang terdapat banyak pengangguran di angkatan kerja, dengan kapasitas
produksi yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan.
Kondisi ekuilibrium seperti itu, Keynes menyebutnya underemployment equilibrium. Jadi, kalau
proses ekonomi dibiarkan begitu saja, yang akan terjadi adalah underemployment equlibrium, bukannya
malah ekuilibrium dengan full-employment
seperti yang dikatakan kaum klasik. Dari sini Keynes mengecam analisis kaum
klasik yang semacam itu yang mana
didasarkan pada pengandaian-pengandaian yang keliru dengan kenyataan
dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Pentingnya Peran Pemerintah dalam Perekonomian
Dari hasil pengamatannya tentang depresi awal 30-an,
Keynes merekomendasikan agar perekonomian tidak dibiarkan begitu saja kepada
mekanisme pasar. Hingga batas tertentu, peran pemerintah justru diperlukan.
Dalam situasi yang terjadi gerak gelombang kegiatan ekonmi, pemerintah dapat
menjalankan kebijakan pengeloalan pengeluaran dan pengendalian permintaan
efektif dalam bentuk “anti-siklis”.
Keynes lebih sering
mengandalkan kebijakan fiskal untuk mengambil berbagai kebijaksanaan, di mana
bisa mempengaruhi jalannya perekonomian. Kebijakan fiskal sangat efektifdalam
meningkatkan output dan memberantas pengangguran, terutama pada situasi saat
sumber daya yang ada belum dimanfaatkan secara efisien.
Keynes sebenarnya
percaya tentang semua hal yang dikemukakan oleh kaum klasik tentang mekanisme
pasar (doktrin laissez-faire). Tetapi
Keynes menilai bahwa jalan menuju ekuilibrium dan full-employment tersebut sangat panjang. Kalau ditunggu mekanisme
pasar yang dengan sendirinya membawa perekonomian kembali pada posisi
ekulibrium, dibutuhkan waktu yang sangat lama. Jadi menurut Keynes,
satu-satunya cara untuk membawa perekonomian ke arah yang diinginkan jika
perekonomian “lari” dari posisi keseimbangan adalah melalui intervensi atau
campur tangan pemerintah.
Bagi Keynes, campur tangan pemerintah merupakan
keharusan, berbeda dengan kaum klasik yang menganggap “haram” intervensi
pemerintah. Campur tangan pemerintah sangat diperlukan terutama jika
perekonomian berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
4.
Inti Pokok Pemikiran Keynes
Pada hakikatnya, konsep teori Keynes dapat dipandang
sebagai suatu teori tentang pendapatan dan kesempatan kerja. Inti pokok dalam
sistem pemikiran dan konsep Keynes terdiri dari tiga faktor penting, yaitu:
·
Hasrat
berkonsumsi (propensity to consume)
Pendapatan
total agregat sama dengan konsumsi total agregat ditambah investasi total
agregat. Tingkat konsumsi bergantung pada hasrat seseorang untuk berkonsumsi,
yang merupakan fungsi dari pendapatan. Begitu juga dengan tabungan, karena
tabungan adalah sisa bagian dari pendapatan yang tidak digunakan untuk
berkonsumsi.
·
Tingkat
bunga (interest) yang memiliki kaitan
dengan dengan preferensi likuiditas (liquidity
preference)
Tingkat
bunga menurut Keynes bukanlah pencerminan dari penawaran tabungan dan
permintaan investasi, melainkan tingkat bunga merupakan variabel bebas (independent) dari kedua hal tersebut.
Tingkat tabungan adalah suatu fenomena moneter yang tergantung dari keinginan
orang menahan tabungannya dalam bentuk dana likuiditas. Sehingga tingkat bunga
tergantung dari preferensi likuiditas. (Akan dijelaskan lebih lanjut di poin
nomor 4)
·
Efisiensi
marginal dari investasi modal (marginal
efficiency of capital)
Tingkat
investasi ditentukan oleh efisiensi marginal dari investasi modal, yang
dipengaruhi oleh ekspektasi investor tentang laba yang akan diperoleh di masa
depan dari investasi modal yang bersangkutan. Jelaslah bahwa ekspektasi
tersebut adalah yang positif dan menguntungkan investor itu.
5.
Preferensi Likuiditas (Liquidity Preference)
Pada saat masa aliran monetarisme, timbul pertanyaan
mengenai demand for money dan supply of money. Pertanyaan ini dijawab
oleh Keynes dengan teorinya, liqudity
preference, yang menjelaskan tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan
dalam jangka pendek dan tingkat bunga tersebut disesuaikan untuk menyeimbangkan
demand for money dan supply of money.
Teori ini menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah
satu determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang orang, alasannya
karena tingkat bunga merupakan opportunity
cost dari memegang uang. Ada tiga motif orang yang memegang uang: Motif
transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi.
6.
Tentang Upah
Kaum klasik mengatakan bahwa pengangguran tinggi
karena upah yang kaku (wage rigidity),
yang disebababkan oleh adanya aturan upah minimum (minimum wage), kontrak kerja, dan serikat pekerja (labor union).
Keynes menolak semua pendapat klasik yang di atas.
Keynes berpendapat bahwa upah nominal lah yang mengikat pekerja dan menyebabkan
pengangguran. Sehingga untuk menurunkan pengangguran, solusinya adalah
menurunkan upah riil dengan cara menurunkan upah nominal lebih besar dari
tingkat inflasi.
7.
Tentang Tabungan (Saving)
Menurut Keynes, tingkat saving harus lebih tinggi dari plan investmen. Tapi juga tidak baik
kalau tingkat saving-nya itu berlebihan, karena akan berdampak pada terjadinya
resesi perekonomian bahkan terjadi depresi.
Daftar Pustaka
Bahan Mengajar Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi oleh Muhammad
Ilhamsyah Siregar, S.E.,MA. Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.
Deliarnov. 2010. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi Ketiga Revisi. Jakarta:
Rajawali Pers
Djojohadikusumo, Sumitro. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi I.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga
wess bahran diatas :D
ReplyDelete