Translate Page

Thursday, June 7, 2012

Aplikasi: Perilaku Suku Bunga



1.    Perubahan Suku Bunga Karena Ekspansi Siklus Usaha
Dalam siklus usaha yang ekspansif, jumlah barang & jasa yang dihasilkan dalam perekonomian akan meningkat, demikian pula untuk pendapatan nasioanl. Ketika hal itu terjadi, pengusaha akan bersedia meminjam lebih banyak karena mereka berharap bisa mendapatkan keuntungan dari peluang investasi yang membutuhkan pendanaan tersebut. Dengan harga obligasi tertentu, jumlah obligasi yang dijual oleh perusahaan (Bs) akan meningkat. Sehingga dapat dilihat pada grafik berikut ini :

    
·       Artinya, dalam hal ini, kurva penawaran obligasi shift ke kanan dari Bs1 ke Bs2
·       Hal ini juga mempengaruhi kurva permintaan di mana teori permintaan aset menjelaskan bahwa kurva permintaan obligasi akan naik juga, sehingga shift ke kanan dari Bd1 ke Bd2
·       Sehingga didapatlah keseimbangan baru pada Bd2 dan Bs2 yang menyebabkan harga obligasi turun dari P1 ke P2, yang mendorong kenaikan suku bunga




Jadi, ekspansi siklus usaha dan kenaikan pendapatan mendorong kenaikan suku bunga yang lebih tinggi dan akan turun jika siklus usaha menuju resesi.

2.    Penjelasan Rendahnya Suku Bunga Jepang
Pada tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an, suku bunga Jepang menjadi suku bunga paling rendah di dunia. Mengapa suku bunga Jepang sampai tingkat yang sangat rendah? Hal ini disebabkan oleh resesi yang sangat panjang dan deflasi (inflasi negatif) di Jepang, sehingga cukup jelas suku bunganya akan rendah.
Lihat grafik berikut ini :


   
·       Inflasi yang negatif menyebabkan permintaan obligasi meningkat karena perkiraan imbal hasil obligasi naik secara relatif dan selanjutnya menyebabkan kurva Bd shift ke kanan
·       Dan juga menaikkan suku bunga riil, yang menyebabkan penawaran obligasi menurun dan kurva Bs shift ke kiri
·       Kedua shifting ini mendorong peningkatan harga obligasi dan penurunan suku bunga.





Jadi, kontraksi siklus usaha dan berkurangnya peluang investasi akan mendorong penurunan suku bunga, di mana disebabkan oleh menurunnya penawaran obligasi. Terdapat pemahaman yang menyesatkan bahwa suku bunga yang rendah adalah lebih baik. Dalam kasus ini, Jepang mengalami kesulitan yang besar dalam perekonomian (resesi) karena hal tersebut, jika perekonomian Jepang kembali sehat akan membuat suku bunga normal kembali.

3.    Membaca Kolom ‘Credit Markets’ Wall Street Journal
Analisa ini digunakan untuk memahami pembahasan mengenai harga obligasi dan suku bunga yang muncul pada berita-berita keuangan. Setiap hari, Wall Street Journal melaporkan perkembangan pasar obligasi pada hari sebekumnya yang disebut sebagai kolom “Credits Markets”.
Kolom tersebut menceritakan bagaimana harga obligasi Treasury meingkat ketika pasar saham menuju kejatuhan. Ini persis dengan prediksi analisi penawaran & permintaan yang tadi. Pelemahan di saham menunjukkan penurunan perkiraan imbal hasil pada sekuritas tersebut, sehingga menaikkan perkiraan imbal hasil relatif ada obligasi. Semakin tinggi perkiraan tersebut akan menyebabkan jumlah yang diminta meningkat pada setiap harganya, sehingga menggeser kurva permintaan ke kanan, hasilnya adalah kenaikan pada harga keseimbangan dan turunnya suku bunga.
Kolom tersebut juga menjelaskan bahwa untuk obligasi Treasury yang menembus kisaran sekarang, seharusnya ada sinyal yang jelas dari turunnya pertumbuhan atau meningkatnya inflasi. Analisis sebelumnya juga menghasilkan kesimpulan yang sama karena perubahan perkiraan inflasi atau pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting yang menentukan harga obligasi.
Kolom tersebut juga mencatat bahwa penawaran obligasi dalam jumlah yang besar yang masuk ke pasar pada bulan depan membuat para analisis melihat kecenderungan turunnya harga obligasi Treasury. Kondisi ini konsisten dengan analisis penawaran dan permintaan yang sebelumnya mengenai pasar obligasi. Meningkatnya penawaran akan menggeser kurva penawaran ke kanan, yang menyebabkan harga keseimbangan turun.

Sumber: 
Mishkin, Frederic S. 2011. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat

No comments:

Post a Comment